​Menjadi Orang Tua yang Layak


Saya sering menganalogikan perjalanan mencari ilmu dengan mengantongi peta. Klo kita punya peta kemana-mana nggak bingung atau tersesat ditengah jalan. Ini lebih efektif untuk kita sampai ke tujuan daripada pakai GPS (Gunakan Penduduk Setempat), yang satu bilang kanan yang lain bilang kiri.
Begitu juga ketika menjadi orang tua. Tantangan anak-anak kita sudah berbeda dengan kita apalagi kakek nenek nya maka perlu untuk update ilmu yang sudah berkembang saat ini. Parenting, pendidikan, kesehatan, teknologi, dll. 

Tapi ternyata ilmu yang kita punya ini tidaklah cukup.

Singkat cerita seorang ibu muda yang baru belajar parenting ini kemudian mulai mengkritisi cara mendidik orang tuanya, alih-alih mengingatkan ternyata malah berdebat dgn sesama ibu muda, dan kemudian setiap kalimat diawali dengan “pokoknya..” dan tentu semua gelora emosi ini tersampaikan pada anak kecil yang sangat peka akan emosi ibunya. 

Apa yang salah?

Ada tiga hal yang menjadi catatan saya

1. Belum selesainya masalah Iner Child kita

Orang yang Iner Child nya belum selesai akan memendam emosi dalam pikirannya. Meski banyak ilmu parenting yg sudah dipelajari misal tentang mengontrol emosi saat membersamai anak, jika Iner Child belom selesai suatu saat dia akan mencuat mengobrak-abrik tatanan parenting yg telah berjalan.

2. Tazkiyatun nafs

Pernah mengalami yang kita alami tidak seindah teori-teori di buku parenting? Lalu merasa semua yang kita pelajari sia-sia?

“Minta fatwalah pada hatimu, karena kebajikan adalah apa-apa yang menenteramkan hati” (AlHadits)

Mereka-mereka yang terbiasa dengan amalan nafilah (sunnah), maka Allah akan menjadi mata, telinga, tangan dan kaki, yang dengannya di melihat, mendengar, bekerja dan berjalan (dari Hadits Qudsi)

Belakangan kita agak mengabaikan dan kurang mempertajam firasat. Padahal Rasulullah SAW bersabda :

“Hati-hatilah dengan firasat mu’min. Sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah”

Inilah peran tazkiyatun nafs, memunculkan fitrah kita sebagai orang tua tidak bergantung pada buku parenting apapun. Mereka boleh sebagai referensi namun petunjuk utama tetap Al Qur’an dan Al Hadist

3. Memahami bahwa setiap keluarga itu unik

Jadi kita tidak bisa menyamaratakan semua keluarga seperti keluarga kita. Bertanya sebelum memberi saran dan memberi saran secukupnya. Dan poin 2 juga berperan disini, mengarahkan ucapan kita menjadi ucapan yang baik dan bermanfaat.

Leave a comment