Memahami Home Education

Resume Kulwap Belajar HE

Minggu Pertama 

Tema: Memahami Home Education
Sub pembahasan : Tazkiyatun Nafs, Bahasa kasih, Egosentris, perkembangan pola pikir anak
Nara sumber: Bunda Rita Riswayati

🏡 *Home Education, apa dan mengapa*.🏘

by Rita Riswayati

🎯Tujuan materi pengantar ini adalah menyamakan persepsi, agar kita sepakat sejak awal, meski banyak versi tentang apa itu Home Education.

*WHAT’*

🏡Sederhananya, Home Education (HE) adalah *pendidikan  rumah*.
Selanjutnya kita perlu  meletakkan makna Education dengan lebih dalam lagi . Maka yg sepadan dengan makna education adalah *tarbiyah*.

Mengapa *tarbiyah*? 
Karena makna tarbiyah jauh lebih universal, misi tanpa batasan waktu dan tempat bahkan objek yg dipelajari nya.
Berbeda dengan  schooling, ada ikatan terkait waktu, tempat dan terlebih system sehingga objek pun cenderung terbatas pada kebakuan materi ajar, meski materi ajar sebenarnya bukan tujuan.

*WHY*& *WHO*

⛳ *HE adalah kewajiban, bukan pilihan*
Jika sekolah fokus nya ke anak, maka fokus HE adalah untuk kedua orangtuanya, *ayah dan bunda* yg kelak akan  Alloh minta pertanggungjawaban.
Kewajiban orang tua mempersiapkan anak untuk kelak bisa  menjalankan perannya sampai saat Aqil baligh tiba. 
Sebab sejatinya setelah Aqil baligh anak kita bukan kanak-kanak lagi, tapi sosok yg memikul beban syariat yg Alloh tetapkan. Dosa pahala yg dikumpulkan putra-putri kita berbanding lurus dengan seberapa *hikmah* yang dia dapat dalam proses *belajar* yg mampu menguatkan *nilai kehidupannya*, bukan sekedar nilai atau score pelajaran.

*WHERE & WHEN*

➡ *Keluarga Muslim*yang menerapkan HE tidak mengenal batasan waktu. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, dirumah dan atau di tempat lain selalu *dimaknai belajar*.

WHEN❓
Mulai 0 yg hingga efektif nya 16 tahun.  Usia 16 adalah usia kematangan biologis (baligh), ditandai dg pertumbuhan anatomi dan fungsi normal organ seksual . Aqil adalah kematangan psikologis. Dan karena dalam Islam *baligh* selalu di sandingkan dg *Aqil*,  semestinya sesuai kehendak Alloh, pada saat usia baligh  maka aqilnya pun sudah cukup matang. Itulah mengapa syariat yg bernilai  ibadah selalu salah satunya mensyaratkan sudah Aqil baligh.  Ibadah mahdoh dan ghoiro mahdoh, seperti jual beli, kepemilikan dll.
Dan beban syariat untuk *pemuda pemudi* Aqil baligh adalah sama dengan orang dewasa/adult, bukan cuma kewajiban sholat, puasa dst, tapi juga nafkah dan jihad fii sabilillah.
Setelah usia 16 tahun, pemuda Aqil baligh semestinya sudah bisa menjadi patner bagi orangtuanya, patner bisnis, manajemen rumah tangga bahkan patner da’wah. 
Itulah out put HE.

Coba tengok masa berabad lampau, kejayaan Islam ditaburi peranan para pemuda. Dari perawi hadist uar biasa; Annas bin Malik yg mengikuti majlis Rosul sejak kecil sampai penakluk konstantinopel di era pasca Khulafaur Rasyidin, mereka gemilang dengan perannya yang masih dibawah usia 20 tahun.

*HOW*

👉🏾 Mulailah dengan Tazkiyyatun-nafs (TN), hingga muncul perasaan tenang dan optimis. TN ini harus kontinyu. Serial kita membutuhkan.
👉🏾 Pahamilah diri dan pasangan hidup kita. Temukan visi misi fiti dan keluarga .
👉🏾 Fokuslah pada kelebihan diri, suami dan anak hingga kegembiraan hadir saat *membersamai*, bukan malah merasa jadi beban. InshaAlloh akan lebih rileks.
👉🏾Setelah paket rileks dan optimis dirasakan, mulailah membuat grand desain bersama suami, mulai menurunkan visi misi sampai ke strategi , sepakati hal-hal non teknis dan teknis. Perencanaan, pelaksanaan sd evaluasi. 
👨🏻‍💼= Konseptor, non teknis, raja tega=> maskulinitas
👩🏻‍💼= Manager, teknis, bawa perasaan==> feminitas
👉🏾 Membersamai anak dengan terarah, meski teknis nya fleksibel. Catat,  dokumentasikan dan maknai dengan hikmah. Seiring usia anak, hikmahnya bertahap biarkan anak yg menemukan nya hingga menjadi karakter. Hikmah adalah proses dan hasil dari bergerak nya jasadi, aqli dan rohani. Peran orang tua yg baik bukan mengintervensi, tapi memfasilitasi, sebab semua anak manusia pada dasarnya sudah dibekali fisik, akal dan hati yg sama besar potensinya.

*Bab Membersamai memerlukan waktu kulwap khusus

Wallohu’alam

🏡🏘🏡🏘🏡🏘🏡🏘🏡🏘

Rita Riswayati: Saya berusaha pakai bahasa sederhana, tapi tetep saja aroma bahasa jiwanya ikut terus😅🙏🏽
Liyadewi: Apa karena kuncinya ya di jiwa ini ya mbak Rita?
Rita Riswayati: Sependek pengalaman saya baik formal non formal, lembaga keluarga atau non keluarga, education memang penggerak utamanya jiwa, hati❤
Mulai dari cinta, lakukan dengan cinta dan berakhir karena cinta💚💛❤
Liyadewi: Nah itu mbak memulai dengan cinta itu gmn c mbak Rita?
Rita Riswayati: Cari alasan terkuat mengapa kita layak dicintai.
Cari alasan terkuat sehingga kita menikah dengan pasangan kita, alasan terkuat untuk selalu mencintainya.
Cari alasan  terkuat mengapa kita mencintai anak kita.
Lihat saja kelebihan diri mereka, lupakan kekurangan dan kelemahan nya.

Menemukan cinta di diri, di suami, di anak, akan membuat kita mudah bersyukur. Kita pun akan makin mudah mencintai dan mendapatkan cinta Alloh💕
bahagia, terharu,menangis saat  Alloh disebut artinya jiwa kita gak sakit. Sehat. Normal😘
Liyadewi: Kenapa harus dimulai dari jiwa mbak Rita?
Rita Riswayati: Ini kita baru pemanasan ya. HE itu parenthood bukan parenting.
Karena jiwa itu raja, otak itu panglima, raga prajurit. Panglima dan prajurit bergerak berdasarkan perintah jiwa. Lurus, sehat kuat jiwanya, perintahpun  tidak akan sesat. Sekalipun sempat tersesat, maka akan jsuh lebih mudah kembali on the track
Lintang: Jiwa apakah sama dg hati?
Rita Riswayati: Ada Ruh ada Qolbun.
Qolbun itu segumpal daging yg menentukan sehat atau sakitkah ruh seseorang. 
Itu dalam hadist. 
Redaksi tepatnya nanti menyusul. Dan sangat senang jika salah saya diluruskan🙏🏽
Kita sepakati saja dulu jiwa dan hati itu satu paket.

Parenthood itu lebih substantif. Mainnya jiwa dulu. Ortu harus sadar sesadar-sadarnya. Tahu What Why- nya sebelum ketahap teknis atau *ing*.

Di kelas parenthood, tujuan narasumbet, instruktur adalah membangunkan jiwa keayahbundaan kita.

Di kelas parenting titik tekannya baru ke cara. 
Dan soal cara, ini tidak baku.
Cara saya boleh jadi bagus untuk anak saya dan keluarga saya, tapi belum tentu pas untuk anak dan keluarga lain.

Sebab secara fitrah setiap orang itu unik, khas. Saya punya 6 anak, beda keunikannya. Pola pendekatannya pun tak sama. Bahkan dalam HE diteknis ada yg di sebut petsonalized curiculum. Kurikulum yg sifatnya sangat personal.

Liyadewi: “Sadar” ini sadar apa ya mbk? Emg ad ortu yg g sadar?

Rita Riswayati: Sadar untuk terlibat *mendidik*. Sadar bahwa amanah itu kelak qkan dimintai pertanggungjawaban.
Sadar bahwa pahala dan dosa itu ladangnya dari hal yg paling dekat dulu

Zhia HE: Terkadang suka ga sadar, marah, kesel, tapi setelah itu yaaa nyesel. Bagaimana supaya sadar sesadar sadarnya itu bisa terbentuk dgn baik ya?

Rita Riswayati: Latihan mba Zhia.
Tazkiyatun-nafs itu latihannya jiwa.
Dari dzikir wirid sampai yang terberat dg qiyamul lail. 
Sadar dan sabat itu efek dr TN tadi.

Zhia HE: Sadar dan sabar efer dr TN.. MasyaAllah, berat kah TN itu😑

Rita Riswayati: Tidak. Dimulai dari kontrol. Kalau marah kan sunnahnya ganti posisi, berdiri jadi duduk, trus ambil wudhu, trus sholat.
Biasanya ditahap ganti posisi pun kita sdh dalam kondisi ‘tersadar’. Lanjut bikin sabar: dzikir dst
TN itu terus dan terus dan teruuus
Kan ujian kenaikan kelasnya juga ada aja😄

Wangi Ningastuti: Jadiii, Home Education ini lebih ke pemahaman orang tua tentang konsep bagaimana mengasuh anak, menghadapi anak, dll yaaa.

Kalau parenting itu lebih ke cara teknis bagaimana menjalankan konsep yang sudah dipahami di parenthood.

Begitu kah?
Rita Riswayati: Betul.
Jika hood nya sdh dapat, ing nya lebih mudah. Karena hood itu bikin rileks dan optimis. 
Kalau ujug” sekonyong-konyong ke *cara*, kita jadi terbebani, stress karena selalu ads celah tdk sesiau ekspektasi
Alloh dulu, Alloh lagi, Alloh terus. 
Karena Alloh yg Maha membolak balikan hati.👌🏾
Rita Riswayati: 
Who.
Keluarga inti: ayah bunda, kakek nenek, orang rumah termasuk ART.
Hownya agar keluarga inti sejalan dalam pengasuhan dan pendidikan➡KOMUNIKASI. 
Vertikal: do’a, harap dan curhat ke Alloh
Horizontal: ke keluarga inti sesuaikan dg posisinya.

Termasuk komunikasi adalah NIAT. Sampaikan niat kita pada Alloh, pasangan, anak dan otang terdekat. Bahlan kesananya biarkan teman, tetangga dan sekolah tahu.

Misal soal pola konsumsi tadi: jajanan hala dan  toyyib. Saya siapkan sesuai standar kita. Sebelum kakek nenek oom tante yg beri. 
Ke warung tetangga saya katakan juga: anak saya kalau beli es, kasih saja es mambo kacang ijo buatan teteh atau es yogurt.

Jika menghadapi ujian 
Maka komunikasi vertikal kita pada Alloh juga harus lebih kencang. 
Seperti do’a sebelum berangkat bertemu pihak” penguji jiwa😀
Senjata utama dan pamungkas itu tuh.
Jangan pernah lupa tersadar untuk mohon bimbingan Alloh atas hati, lisan dan ekspresi kita saat mengkomunikasikan ttg pola asuh kita.
Oh iya, prasangka baik itu penting. Alloh mengikuti prasangka ummatnya. Jika sejak sore kita khawatir anak nanti malam rewel, ganggu. Ya kejadian.
Jika kita prasangkakan baik ibu bapak, mertua, inshaAlloh baik. Seiring waktu, ikhtiar dan do’a.
👌🏾

Komunikasi horizontal. 
Suami, senjatanya: kenali bahasa cintanya. 
Ini hrs ada kulwap khusus materi bahasa kasih.
Bahasa cinta anak juga.
Ada 5 bhs cinta:
1. Pujian
2. Quality time
3. Hadiah
4. Pelayanan
5. Sentuhan

Gunakan pendekatan bahasa kasih paling dominan saat memulai komunikasi.

Anak saya ada yg dengan sentuhan. Jadi kalau mengambil hatinya ya dengan di dekap erat sepenuh hati, di puji mah gak mempan. 😅
Liyadewi: Sebelum k pertanyaan sbelumnya
Bahasa Cinta ini bikin kita berubah jdi yg pasangan mau ato ckup memahami aj Mbk? Klo brubh g jd dri sndri kn susah Mbk?
Rita Riswayati: Tidak akan merubah. Itu keunikan personal bawaan. Yg berubah adalah efektivitas komunikasi. Makin jreng lah😀
Anak lain senengnya hadiah. Gak perlu mahal. Cirinya: suka menyimpan barang memerable dg rapi. Yg sulung tuh
Hehe…mempelajari HE mmg banyak cabang ilmu hati yg hrs di cicil tahu dan praktek😄
Eh itu berlaku buat mertua juga ya, kenali bahasa kasihnya.
Almarhum pak mertua suka pelayanan. Jadi menantu paling berkesan buwt beliau adalah yg paling berinisiatif menyuguhi minuman kesukaannya.😍

Fase egosentris pd perkembangan psikologisnya.
O-6 tahun mmg fase egosentris. Puncaknya srkitar usia 4 tahun, nanti perlahan grafik egonya menurun lagi sampai tiba masa latih untuk berbagi di usia 7 tahun.
Fase egosentris ini masa ‘gue banget’. Cara kita menentukan penerimaannya.
Menerima pengetahuan, pemahaman harus sesuai ke-ego-annya (bukan egois).
Ego itu akan merasa terganggu jika kita menggurui, menganggap salah, tidak tahu apalagi mendikte. 
Jika ada berekspresikan penolakannya, itu lebih baik dibanding nurut pasrah. Jika sudah nurut banget, gampang mengalah, bukan berarti indikasi  baik. Bisa jadi malah karena stress, kehilangan ego. 
Maka mulai dari kita merubah cara pandang. Gunakan kacamata anak. Usia 3 tahun belum tahu benar dan salah, kebutuhannya adalah ekplorasi. Maka cara mendampinginya bukan dg penilaian, tapi peneladanan serta imaginasi positive. 
Misal anak kita maksa minta beli mainan. Jadikan itu pelajaran agar kita bisa mengantisipasinya kelak sebelum kejadian, tanpa melukai egonya.

Sahabat saya anaknya gak mau mandi sejak dari Baubau sampsi Makassar. Naik pesawat dan menghadiri seminar tanpa mandi. 
Ya sudahlah.
Prinsif di masa egosentris ini: *tidak membahayakan diri dan orang lain*
Apakah gak mandi berbahaya?
Baju itu lagi itu lagi membahayakan?

Image positive itu: memberi kesan baik. Cerita ttg Alloh yg supet hebat dan baik  orang” sholeh. Berkunjung pd orang baik, inspitatif. Bergaul dg kumpulan orang dan kebaikan. Dll

Batasnya cuma itu tadi: gak membahayakan diri dan orang lain. Untuk menanamkan kebaikan, cukup dg teladan. Karena usia segitu mereka peniru ulung. 
Masalah yg ditirunya benar atau salah, bahaya atau tidak belum dipikirkan.
Maka dalam fitrahnya O-6 tahun masa keemasan fitrah keimanan, bukan fitrah brlajar dll.

Cuek itu salah satu cara agar dia paham. Paham bahwa keinginannya tidak boleh didapat dengan cara marah, ngambek dsj.

Gak perlu di ceramahi. Cukup beri respon yg konsisten.

Jadi lama” dia akan belajar dr sebab akibat yg konsisten itu. 
PR HE mmg bukan dianak, tapi di ortu. Sabar, konsisten dll

Untuk usia anak balita, penilaian kita gak bisa hitam dan putih. Bahkan sampai usia 10 tahu  kebutuhan anak masih pada tahap kepala kebawah. Banyak bergerak, perkaya wawasan dan pengalaman. Perbanyak aktivitas beragam. 
Jadi memang umumnya gak bisa diam. Jadi bukan kekurangan, justru normal.
Rasa ingin tahunya besar, modal untuk perkembangan keemasan fitrah belajarnya di usia 7-10 th. 
Modal itu salah satunya dg kecerewetan.Tinggal  imbangi dg latihan berpikir.

Jika dari mulai bicara sd usia 6 tahu keseruan  inputnya dg beragam pertanyaan yg hrs kita sabar meladeni, menjawabnya. Maka di Usia 6>  perkarya wawasan dengan melihat, mengAlami dan merasakan langsung. Lalu ajak berpikir. 
Menggali hikmah dari apa yg dilihat, didengar, diraba, dirasa, menyimpulkan.

Bangga pada anak sendiri normal bun😀
Yg harus dihindari adalah obsesif. Menitipksm mimpi kita pada anak sehingga menggegas anak tanpa memperhitungkan tahapan tumbuh kembang yg sepantasnya. Untuk itu harus paham kebutuhan anak sejalan usianya. 
Misal: balita itu lebih butuh bisa baca hurup atau membaca alam?
Bergerak atau duduk manis?
Berfikir atau menggerakan fisiknya?

0-10 th itu kepala kebawah, dominan butuh aktivitas fisik.
11 ke atas kepala keatas, memyimak, berpikir

Maka butuh strategi membawa anak usia berapa ke tempat yg bagaimana.
Agar dia cukup sabar untuk dan tidak menampakan perilaku yg tidak doharapkan.

Kepala kebawah itu, tangan kaki terutama. Jadi seneng lari, loncat l, manjat, lempar, nendang,  tangan usil, kaki iseng😀
Biar anak gak ngasal, perlu *ngakal*ortunya. Fasilitasi. Di PG, PAUD, TK bahkan SD yg memahami kebutuhan ini, sekolah dan guru bikin program untuk bantu ortu memfasilitasi.

Makin besar gerak sambil mikir makin berimbang, teruuuus, sampai dewasanya jd terbiasa mikir sebelum bertindak, dan pikir bertindak disertai hati. 
Jadi stepnya perlahan, fokus satu” sampai saatnya tiba utuhlah anak manusia dalam proses alami Home Education🏡❤

Yg ini porsinya sudah kepala keatas. Skill berpikir. Ada kalau di Masjid Salman ITB pelatihannya. 10 sesi kalau gak salah. Trailernya Ustadz Adriano Rusfi. Yg ini dimulai bln Agustus.
Target pelatihannya untuk adult, bukan anak”. Yg di Bandung peluang nih, buat bekal diri dan didik anak minimalnya
Sejak lahir sudah bisa berpikir, tapi belum kompleks. Paling siap usia 7 tahun. Makanya keemasan  fitrah belajar itu ada di fase 7-10 y
Ciri sdh ada proses kompleks berpikir, bisa menangkap makna. Jadi kalau baca rangkaian hurup dia tahu makanya, kalau bingung, abstrak, tak dikenal, maka biasanya (normalnya) dia akan tanya, cari tahu.
Jadi anak balita bisa baca boleh saja, tapi dia belum menangkap makna. Maka cocoknya balita itu diberi story reading, atau story telling. Kalaupun buku.
Saat itulah ortu menggunakan ‘bahasa ibu’ itu menyampaikan makna, bukan sekedar membaca kata. 
*Bahasa ibu ada materi khususnya. Beda sama bahasa kasih.
Fasilitasi saja dengan tools. Tendang bola, dan sejenisnya yg aman. Intinya disalurkan. Ikut club’ bola, beladiri, berenang. Bikin energinya tersalurkan jadi gak ‘lapar gerak’

Leave a comment